Perempuan, Kesetaraan dan Islam (Editorial Letter)

Pernah mendengar, “Perempuan sebagai tiang negara?” TIdak main-main perempuan dianggap sebagai penopang maju-mundurnya sebuah negara. Tapi apakah saat ini, negara sudah memperlakukan perempuan dengan baik? Agar dampaknya menjadi negara yang kuat?

Pernyataan “Perempuan adalah tiang negara” tidak hanya berlaku di Indonesia tentunya, tapi hal yang paling mudah saya lakukan menggali  pernyataan tersebut di negara kita, Indonesia.

Rasanya begitu berat dan tendensius, satu sisi, bangga karena perempuan dinilai kuat, kokoh karena diidentikan dengan tiang. Tapi  sisi lain dirasakan tidak adil, karena  tidak ada istilah maju-mundurnya sebuah  negara karena laki-laki. Bayangkan, ketika banyak perempuan yang dinilai tidak baik, maka hancur jugalah negara tersebut. Lau apakah bisa disimpulkan jika negara kita saat ini berantakan maka yang salah adalah perempuan? Tapi kok koruptor mayoritas laki-laki?

Menurut saya, jika ingin menerapkan perempuan sebagai tiang negara, maka perlakuan adil terhadap perempuan harus betul-betul dilakukan di negara tersebut.  Contohnya saat sebuah perceraian terjadi, misalnya, mayoritas digunjingkan biasanya karena istri yang tidak taat, tidak bisa melayani dan lain seterusnya. Tapi jarang yang mengecek bagaimana perempuan tersebut diperlakukan, apakah dia sudah diperlakukan dengan baik? Apakah suaminya memberikan nafkah yang cukup, sebagaimana dicontohkan Rassulullah memperlakukan istri-istrinya? Belum lagi kasus kemandulan, banyak yang ditujukan pada perempuan, padahal belum tentu. Mungkin saja suami atau laki-laki, namun karena alasan pride alias harga diri banyak suami yang tidak ingin memeriksakan diri mengenai kesuburan. Judgement atau penilaian pada perempuan yang seperti ini yang harus dikikis, sehingga secara psikologis perempuan tidak selalu merasa salah.

Mengapa banyak kasus perempuan menjadi korban KDRT? Perempuan dibuat lemah, tak berdaya. Sebutan tiang negara merupakan sebutan serius, dan negara wajib untuk bisa membuat semua kebijakan yang bisa menguatkan perempuan.

Pastikan perempuan di Indonesia memiliki masa depan yang cerah, baik secara pendidikan, kesetaraan kesempatan, rasa aman dan lainnya. Dan yang tidak kalah penting, memastikan laki-laki di Indonesia juga memiliki moralitas yang baik, karena menurut saya maju mundurnya sebuah negara harus dilakukan bersama-sama baik oleh kaum perempuan ataupun laki-laki, toh Presidennya saja laki-laki !!

Pemikiran barat akan Islam yang dinilai tidak menghargai kedudukan perempuan, serta kaum barat begitu mengagungkan emansipasi ternyata banyak tidak relevan dengan fakta yang ada saat ini.  Jika kita lihat kasus pelecehan perempuan di barat, pemerkosaan, dan kejahatan lainnya angkanya begitu menyedihkan, artinya di tempat banyak digaungkan kesetaraan gender, namun di sana juga banyak penindasan terhadap perempuan. Prostitusi merajala dan dilegalkan, perempuan dijual dan bisa dinikmati seperti barang. Bahkan menurut data dari sejumlah media 10 besar negara dengan tingkat pelecehan terhadap perempuan adalah mayoritas  negara-megara maju yang kencang meneriaan kesetaraan gender, seperti Afrika Selatan, Swedia, Amerika Serikat, Inggris, India, Selandia Baru, Kanada, Australia, Zimbabwe, Denmark dan Finlandia. Alhamdulillah Indonesia tidak termasuk dalam 10 besar, dan semoga berada diurutan semakin akhir untuk kasus ini.

Jadi apa yang mereka teriakan tidak sesuai dengan tindakannya!!

Kembali pada perempuan tiang negara, bagaimana dalam Islam?  Menurut banyak sumber yang saya baca, saya tidak menemukan hal itu. Yang saya temukan adalah salat sebagai tiang agama. Sebagaimana disebutkan dalam Hadist “ Inti (pokok) segala perkara adalah Islam dan tiangnya (penopangnya) adalah salat” (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Baca juga  Atasi Sakit Pinggang Tanpa Perlu Dipijat

Jadi salah satu yang menjadikan perempuan kuat, bisa menopang, perempuan tersebut haruslah menjalankan salat.

Sebelum membahas lebih banyak mari kita berkaca pada sejarah, benarkah Islam memposisikan perempuan dengan baik? dan bagi yang menuduh Islam tidak fair akan perempuan dengan adanya poligami, mari kita simak…

Perempuan Pra Islam

Ustadz Abu Khalid Resa Gunarsa LC memaparkan untuk muslim.or.id. Menurut sejarah, orang-orang Yunani zaman dulu menganggap perempuan untuk kesenangan. Orang Romawi memberikan hak atas seorang ayah bisa menjual anak perempuan atau istrinya. Orang arab tidak memberikan hak waris atas anak perempuan dan istrinya. Bahkan orang Arab kala itu mengubur anak-anak perempuan mereka hidup-hidup tanpa dosa dan kesalahan.

Kesalahan mereka karena terlahir sebagai perempuan. Hal ini tertera pada surat An-Nahl (16):58

Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan kelahiran anak perempuan, hitamlah (merah padamlah)mukanya, dia sangat marah. Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)? Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu”

 Mungkin kita sering lihat di film-film kolosal cerita zaman Romawi-Yunani begitu menggambarkan, bagaimana raja yang selalu dikelilingi selir banyak tanpa dinikahi dan diberi haknya. Budak yang bisa dipakai untuk memuaskan nafsu kapanpun. Apakah ini yang dinamakan emansipasi? Yang berbuat itu bukan muslim, tapi mereka yang saat ini keturunannya memuja kesetaraan gender. Lantas kenapa karena poligami Islam dicap agama yang tidak memuliakan perempuan? Tapi saya yakin suara sumbang tersebut keluar dari mereka yang belum membaca sejarah, membaca isi Al-quran secara tuntas, bahkan tidak pernah tahu apa itu kesetaraan.

Perempuan Pasca Islam

Dan akhirnya harapan baik untuk kaum perempuanpun datang. Begitu banyak ayat-ayat Allah SWT yang begitu melindungi perempuan seperti QS, An-Nisa 4:19, Allah SWT berfirman bagaimana perempuan harus diperlakukan baik, diberikan pekerjaan yang baik dan tidak secara keji (silahkan membuka ayat tersebut), bahkan Rassulullah SAW banyak bersabda untuk memuliakan perempuan :

“Aku wasiatkan kepada kalian untuk berbuat baik kepada para perempuan” (HR Muslim : 3729)

“Sebaik-baiknya kalian adalah yang paling baik pada istrinya, dan aku adalah yang paling baik terhadap istriku” (HR-Tirmidzi)

Begitulah Rassulullah begitu memuliakan perempuan. Lantas kenapa Rassulullah harus menikah lebih dari 1? Pembahasan ini mungkin akan ada pada artikel berikutnya. Penulispun tidak ingin mengalami poligami, karena sangat yakin, keimanan penulis belum seperti Khadijah, Aisyah dan istri-istri Rassul lainnya. Yang penulis ketahui, dalam Islam dibatasi 4 dan itupun dengan syarat dan ketentuan yang tidak mudah. Namun penulis bukan menganggap poligami adalah hal yang tidak fair untuk perempuan, karena jika dibaca sejarah, tujuan, dan lainnya kita akan tahu, justru kenapa Islam membuat aturan maksimal 4, karena sejarahnya zaman Jahiliyah banyak laki-laki, raja yang memiliki selir, ratusan tidak dinikahi. Tidak mendapatkan hak nafkah lahir, bahkan mendapatkan perlakuan keji.

Sehingga turunlah ayat QS. An-Nisa Ayat 3 :

Dan jika kamu takut tidak akan berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana mengawininya), maka kawinlah dnegan perempuan lain yang kamu senangi 1,2,3 atau 4. Kemudan jika kamu takut tidak berlaku adil, maka kawinilah seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dengan kepada tidak berbuat aniaya

Baca juga  Memotong Rambut dan Kuku Saat Sedang Datang Bulan, Bolehkah?

MashaAllah…. Ketika kita perhatikan ayat ini, begitu detail dan mendalam menurut saya :

  • Saat dinikahi harus suka sama suka bukan atas dasar terpaksa
  • Saat laki-laki memutuskan berpoligami, dipastikan dia harus bisa berbuat adil dan memberikan hak-hak yang sama terhadap semua istrinya, baik lahir maupun batin.
  • Saat berpoligami, yang diutamakan adalah membantu perempuan yang dirasakan membutuhkan. Perempuan dengan kehidupan yang cukup berat rentan melakukan perbuatan yang dibenci Allah SWT untuk menghidupi dirinya (menjual diri).

Sehingga di mata saya, konsep poligami ini sudah dirancang sedemikian baik oleh Allah SWT, namun ketika ada aplikasi yang kurang pas, bukan Islamnya yang salah, tentu manusia itu sendiri. Sehingga tidak tepat mengutarakan Islam sebagai agama yang tidak menempatkan perempuan di posisi baik. Islam begitu detail mengatur agar perempuan bisa maksimal diberikan keadilan dan kemuliaan.

Kembali pada bahasan awal perempuan adalah tiang negara. Saya percaya perempuan adalah cerminan dari laki-laki yang ada di negara ini. Sebagaimana dijelaskan dalam surat Ar-Rum :21, perempuan hadir dari jenis yang sama dengan laki-laki :

Dan diantara tanda-tanda kekuasan Allah, menciptakan untuk kalian istri-istri dari jenis kalian sendiri, supaya kalian cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan menjadikan rasa kasih dan sayang diantara kalian

Sehingga jika ingin perempuan-perempuan semakin baik dan kuat, laki-laki di negara inipun harus baik, dan memperlakukan perempuan dengan baik.

Berbicara kesetaraan, bukan harus semua sama, secara fisik saja sudah berbeda, jadi mengapa harus semua sama?  Menurut saya, kesetaraan adalah kesempatan yang tidak dibungkam. Mendapatkan hak pendidikan yang baik, karena akhirnya ibu juga yang akan jadi guru pertama anak-anaknya. Generasi cerdas akan lahir dari ibu-ibu cerdas. Perempuan harus tahu  kapasitas, dan prioritas.

image: freepik.com

Tinggal di rumah dan menjadi ibu rumah tangga, lantas dicap jadul dan tidak emansipasi? Tentu saja bukan. Ibu rumah tangga adalah pekerjaan berat dan penuh integritas. Kesetaraan menurut saya adalah berbagi tugas. Bagaimana porsi laki-laki dan perempuan bisa saling mengisi. Kesetaraan bagi saya adalah ruang diskusi sehingga tujuan yang ingin dicapai oleh oleh laki-laki dan perempuan bisa terwujud.

Lupakan bahwa pekerjaan rumah semua harus dilakukan oleh perempuan. Rassulullah diriwayatkan sering membantu istri-istrinya mengerjakan pekerjaan rumah.

“Rasullulah SAW dalam kesibukan membantu istrinya, dan jika tiba waktu salat maka beliaupun pergi salat” (HR Bukhari)

Bayangkan bagaimana, Islam paham bahwa pekerjaan mencuci, memasak, mengepel kemudian menidurkan anak bukanlah hal yang mudah. Dan pekerjaan yang berat haruslah dibagi beban agar terasa lebih ringan, yaitu kolaborasi suami dan istri, inilah kesetaraan dalam berumah tangga.

Semoga di hari-hari ke depan negara terus hadir untuk  memperkuat yang dianggap tiang-tiangnya yaitu perempuan. Kesetaraan untuk semua perempuan, tanpa melihat suku agama dan status social. Muslimah bisa mengenakan hijab dengan aman, bisa beniqab tanpa takut dicap teroris dan arab minded, setara dengan bisa menggunakan rok mini dan hot pants keluar rumah dengan aman!! Selamat hari Kartini, mari rayakan dengan rasa syukur dan terus memperbaiki diri.

 

Penulis

Temi Sumarlin

Translate »