
Inovasi Upcycle Fashion untuk Atasi Limbah
Konferensi Perubahan Iklim COP 21 (The Conference of Parties United Nations Framework Convention on Climate Change) menyatakan bahwa industri fesyen (fashion) merupakan penyumbang limbah terbesar kedua di dunia. Dimana industri fesyen telah menyumbang 10% dari emisi karbon global.
Hal tersebut merujuk pada 43 juta ton bahan kimia yang digunakan untuk mewarnai dan merawat pakaian setiap tahun ada 8.000 bahan kimia berbeda sebagai bahan untuk memproduksi pakaian.
Tak hanya itu, industri fashion mengakibatkan sebagian besar konsumen membuang 70 pon (31,75 kilogram) pakaian per tahun.
Di Eropa sendiri, hanya sekitar 50% tekstil yang dikumpulkan untuk dipakai kembali (misalnya, diekspor ke negara lain) dan sekitar 50% didaur ulang, di mana hanya 1% yang dibuat menjadi pakaian baru. Sekitar 35% dari pakaian yang disumbangkan dibuat menjadi kain industri.
Pada akhirnya, hanya 15% pakaian bekas konsumen yang didaur ulang, sedangkan lebih dari 75% pakaian bekas didaur ulang oleh produsen. Ini menunjukkan kerugian material senilai lebih dari $100 miliar atau Rp 1,48 triliun setiap tahun, yang diperparah dengan tingginya biaya pembuangan limbah tekstil.
Mengatasi hal ini beberapa brand fashion raksasa dunia melakukan inovasi. Salah satunya sistem upcycling, yaitu mengelola suatu barang menjadi lebih baik dari aslinya.
Contoh pakaian, desain pakaian tersebut kurang menarik dan bernoda/sobek. Maka, dibuatlah desain baru dengan membentuk ulang produk.

Upcycling dapat memakai limbah pra-konsumen atau pascakonsumen atau kombinasi keduanya. Limbah pra-konsumen dihasilkan saat barang sedang diproduksi (seperti potongan kain sisa setelah dipotong polanya) dan limbah pasca-konsumen hasil dari produk jadi yang mencapai akhir masa pakainya bagi konsumen (seperti T -baju yang tidak muat lagi). Hadirnya upcycling sebagai solusi membuang limbah dengan cara yang kreatif dan inovatif.
Pasar pakaian global dunia menyumbang 2 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) dunia senilai 3 triliun dolar, 3.000 miliar. Hampir 75% pasar mode dunia berkiblat di Eropa, AS, Cina, dan Jepang.