Kota Makah dipercayai sebagai tempat kelahiran Nabi Muhammad SAW pada 12 Rabi’ul Awal atau 23 April 571 M yang populer disebut ‘tahun gajah’. Makkah sendiri merupakan kota suci Islam dan ibukota Provinsi Makkah, Arab Saudi. Umat Islam percaya bahwa al-Qur’an pertama kali diturunkan kepada Nabi Muhammad. Melalui kajian Terang Jakarta pada (1811), Ustadz Abi Makki menjelaskan sejarah awal mula Makkah yang berkaca pada kegigihan Nabi Ibrahim AS bersama anaknya Nabi Ismail AS.
Makkah pada awalnya didirikan oleh suatu kelompok keagamaan yang di dalam literatur Islam merujuk pada Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS. Pertamanya, Nabi Ibrahim AS keluar dari kampung halamannya di Syam menuju tanah Hijaz pada abad ke-9 Sebelum Masehi. Tempat itu berbentuk lembah yang sangat gersang, tidak memiliki tanaman, dan dikelilingi oleh bukit-bukit berbatu.
Kemudian muncullah air Zam-Zam, berawal dari peristiwa yang melibatkan Nabi Ibrahim, Siti Hajar, dan putra mereka, Ismail. Menurut Al-Quran, Nabi Ibrahim diperintahkan oleh Allah untuk meninggalkan Siti Hajar dan Ismail di padang pasir Mekah. Ketika air dan makanan mereka habis, Siti Hajar mencari air untuk menyelamatkan putranya. Dia berlari di antara bukit-bukit Safa dan Marwah tujuh kali, kemudian muncullah mata air yang menjadi sumur Zam Zam.
Di sisi lain, terdapat kaum Kabilah Jurhum yang merupakan kaum sholeh yang tinggal di wilayah Yaman yang sedang mencari curah hujan hingga akhirnya bermigrasi ke tempat Siti Hajar berada. Kabilah Jurhum melihat bahwa disekitar tempat ditemukannya air Zam-Zam terdapat burung berterbangan. Sehingga dikunjunginya wilayah tersebut. “Kaum Jurhum melihat ada sumber mata air Zam-Zam dengan seorang ibu (Siti Hajar) yang menggendong bayinya,” jelas Ustadz Abi Makki pada Kajian Terang Jakarta Story of The Universe Vol. 2 “Awal Mula Mekkah”, Sabtu (18/11).
Beberapa kali Kabilah Jurhum meminta air kepada Siti Hajar, hingga akhirnya Kabilah Jurhum beranggapan sudah menemukan sumber air dan sepakat untuk tinggal di wilayah tersebut. “Pimpinan Kabilah Jurhum kemudian meminta izin kepada Siti Hajar untuk menetap di wilayah tersebut. Lalu, sebagai timbal baliknya adalah menyediakan makanan untuk Siti Hajar dan bayi Ismail,” jelas Abi Makki.
Seperti yang Al-Qur’an katakan pada QS. Al-Anbiya ayat 30;
اَوَلَمْ يَرَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْٓا اَنَّ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ كَانَتَا رَتْقًا فَفَتَقْنٰهُمَاۗ وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاۤءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّۗ اَفَلَا يُؤْمِنُوْنَ ٣٠
“Dan Kami jadikan segala sesuatu yang hidup berasal dari air; maka mengapa mereka tidak beriman?” (al-Anbiya: 30).
Sangat jelas bahwa air Zam-Zam bermanfaat untuk kehidupan manusia dari awal terciptanya hingga sekarang.Setelah kesepakatan antara Kabilah Jurhum dan Siti Hajar, terbentuklah suatu perkampungan bernama kota Makkah. “Disitulah terciptanya kota yang nyaman, nikmat, dan damai karena disitu ada air Zam-Zam,” kata Abi Makki.
Siti Hajar dan Nabi Ismail AS tinggal di kota Makkah bersama dengan Kabilah Jurhum. Di usia 16 tahun Nabi Ismail AS, dijenguk oleh Nabi Ibrahim AS dengan membawa wasilah untuk menyembelihnya yang kemudian digantikan oleh kambing. Peristiwa tersebut yang dinamakan istilah Qurban.
Singkat cerita, setelah Nabi Ibrahim AS lolos ujian dari Allah SWT., kemudian diperintahkannya untuk menengok lokasi Ka’bah yang tidak jauh dari lokasi sumber mata air Zam-Zam yang dahulunya pernah ditinggikan oleh Nabi Adam AS, tetapi sudah tertimbun padang pasir. Atas perintah Allah SWT., Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS kemudian membangun kembali Ka’bah.