‘The New Way to Feel Alive’ dalam Kacamata Islam

Menurut salah seorang teman, “Hidup itu bagaimana kita memandang, kalo pakai kacamata kuda ya terus jalan lurus,”.

Melihat baik dan buruk pun tergantung setelan kacamata. Kalau kacamatanya setelah syukur, ya Alhamdulillah semua jadi baik. Kalau salah setelanya semua jadi buruk. Itu menurut dia.

“Hidup adalah untuk mempertahankan hidup,” setujukah jika kita definisi hidup seperti quote di atas?

Mesti tidak berhenti untuk itu saja hidup harus lebih dari sekedar mempertahankan hidup karena, menurut ulama besar yang dikenal dengan Buya Hamka berkata, “kalau hidup sekadar hidup, babi di hutan pun hidup. Kalau bekerja sekadar bekerja, kera juga bekerja.”

Hehehe.. Jleb ya. Karenanya kita mesti beda dengan binatang. Jangan mau hidup hanya untuk makan dan tidur atau memenuhi nafsu saja. Juga jangan mau bekerja hanya untuk mempertahankan hidup saja. Lalu, harusnya bagaimana?

Seringkali manusia kehilangan atau lebih tepatnya mungkin lupa akan orientasi hidupnya. Mereka dan kita terjebak dalam rutinitas keseharian yang akhirnya menimbulkan kejenuhan. Muncul pertanyaan-pertanyaan seperti kenapa saya harus mempunyai kewajiban yang banyak, kenapa harus melakukan ini itu, kenapa harus?

Sampai pada kebosanan yang dampaknya dapat menimbulkan sesuatu yang buruk. Seperti ingin sesekali melanggar aturan, do something crazy yang melampaui batas dan sebagainya.

Ini terjadi karena disorientasi hidup. Kehilangan tujuan, kehilangan makna, hilang semangat, hampa. Karena itulah ada agama. Agama bukan sebagai larangan-larangan, bukan hanya boleh atau tidak, haram atau halal. Agama adalah rambu-rambu kehidupan yang menuntun kita pada tujuan akhir perjalanan agar selamat.

Ilustrasinya seperti jika kita mau pergi ke suatu kota, dan kita tidak mengetahui jalan yang akan ditempuh. Tentulah kita membutuhkan rambu-rambu untuk menuntun kita agar tidak tersesat bahkan selamat sampai tujuan.

Baca juga  Multi Level Marketing (MLM), Apakah Boleh dalam Islam?
image: Freepik.com

 

Dalam Al Qur’an disebutkan,“wahai manusia! Sesungguhnya kamu bekerja keras menuju Tuhanmu, maka kamu akan menemui-Nya” (Qs. al-Insyiqaq:6). Ayat ini menjelaskan bahwa mau tidak mau, suka tidak suka, percaya tidak percaya, seluruh manusia akan kembali menuju Tuhannya. Ya dengan dihantarkan oleh kematian. Tinggal apakah kondisi kembalinya dalam keadaan Ridho Allah SWT atau sebaliknya.

Karenanya agama pun menuntun bahwa sesungguhnya hakikat kehidupan adalah beribadah kepada Allah SWT.Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-KU.” (QS adz Zariyat 56).

Kata menyembah atau menghamba atau beribadah kepada Allah SWT inilah yang dijelaskan pula dalam surat al Bayyinah ayat 5

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supayamenyembah Allah SWT dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.”

Ayat ini menjelaskan beribadah kepada Allah SWT itu dengan cara ikhlas, yang artinya murni atau memurnikan ketaatan kepada Allah SWT. Kata mendirikan shalat dan menunaikan zakat ini pun juga dimaknai bukan hanya secara ritual saja, tetapi lebih jauhnya hubungan shalat adalah hablumminallah dan zakat adalah hablumminanaas. Jadi kesimpulannya Allah SWT menginginkan kita beribadah kepadaNYA dengan cara memurnikan ketaatan dalam menjalankan perintah Allah SWT yang mencakup seluruh urusan yang berhubungan langsung dengan Allah SWT (Hablumminallah) dan seluruh urusan yang berhubungan dengan sesame manusia (Hablumminannaas).

Gimana, ScarfLover?

Nabi Muhammad Rasulullah SAW bersabda :“khairunnaasanfa’uhumlinnaas” sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia yang lainnya. (Al hadist).

Nah ini adalah tuntunan kesehariannya.

Jadi tuntunan untuk jangka panjangnya bahwa kehidupan itu adalah sebuah perjalanan yang mesti kita kembali kepada Ridha Allah SWT, dengannya kita memurnikan atau melakukan ketaatan kepada Allah SWT. Baik itu perintah Allah SWT yang urusannya langsung seperti ritual-ritual (Hablumminallah) atau perintah-perintah kebaikan sosial terhadap sesama manusia (Hablumminannaas). Sedangkan jangka pendek atau kesehariannya adalah selain tetap melakukan hablumminallah dan hablumminannaas tadi adalah mengedepankan prioritas agar kita menjadi orang yang bermanfaat baik terhadap masyarakat, lingkungan juga untuk diri sendiri.

Baca juga  Mari Menjadikan Media Sosial Sebagai Tabungan di Akhirat

Dengan adanya pemahaman dan tujuan hidup seperti ini, Insya Allah hidup lebih “ajeg”. Penuh motivasi karena ada tujuan akhir yang akan dicapai. Distraction atau gangguan-gangguan pun akan kita pahami sebagai ujian untuk mencapai tujuan akhir kebahagian. (Jannah)

Nah dengan “kacamatabaru” ini kita akan melihat hidup menjadi lebih hidup. Kesuksesan memang bukan apa yang kita dapatkan, tetapi lebih terhadap sudah berapa banyak yang kita bagikan, berikan. Lalu apa yang kita dapatkan? Ini bukan sekadar masalah angka-angka, kesenangan uang atau materi. Tapi kita akan mendapatkan sebuah rasa, kenikmatan. Kita menjadi saksi dari kebahagian dan menjadi bahagian dari rasa cinta itu sendiri. Mendapatkan lebih dari sekedar kekayaan dari uang, inilah yang tak tergantikan. Khasanah di dunia walkhasanatul akhirat Insya Allah.

Yuk kita ubah, atau service kacamata hidupkita. Atau malah bisa gunakan kacamatabaru, yaitu kacamata islam. Kacamata yang penuh dengan “peace, love and share”. Kacamata yang fokusnya tidak ingin mengambil, tapi lebih ingin untuk memberi dan berbagi.  “thats the new way to feel alive”.

“Tidak ada yang lebih baik dari yang menulis atau yang membaca, karena yang lebih baik di sisi Allah SWT adalah yang mengamalkannya.”

 

Ust. ERICKYUSUF

Pimpinan lembaga dakwah iHAQi, penulis buku “99celoteh kang Erick yusuf”

Twitter @erickyusuf

 

 

Translate »