
Komnas Perempuan Akui Kecewa Vonis Bebas PN Pekanbaru Dosen Unri
Dekan FISIP Universitas Riau nonaktif, Syafri Harto divonis tidak bersalah atas tuduhan pelecehan seksual oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru. Vonis dibacakan majelis hakim di ruangan Prof. Oemar Seno Adji pada Rabu (30/3/2022), sekitar pukul 10.00 WIB. Sidang digelar dengan terbatas, sementara terdakwa Syafri Harto dan penasihat hukum hadir secara virtual.
“Mengadili menyatakan terdakwa Syafri Harto tidak terbukti secara sah melakukan tindak pidana sesuai dakwaan primer dan subsider,” ujar ketua mejelis Estiono, dilansir dari Detik.com.
Majelis hakim membebaskan Syafri Harto dari segala dakwaan dan tuntutan, termasuk hak dan martabat terdakwa dapat dipulihkan.
“Membebaskan terdakwa, memerintahkan penuntut umum mengeluarkan dari tahanan. Memberikan hak terdakwa memulihkan hak dan martabatnya,” sambungnya.
Komnas Perempuan Akui Kecewa terhadap Putusan Hakim
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengaku kecewa terhadap vonis bebas kepada terdakwa kekerasan seksual, Syafri Harto atas putusan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru.
“Komnas Perempuan menyampaikan kekecewaan atas vonis bebas terhadap pelaku kekerasan seksual. Mengingat hal ini dapat menjadi preseden buruk terhadap kasus-kasus kekerasan seksual yang terjadi di perguruan tinggi,” ujar Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi, saat dihubungi via WhatsApp, dikutip Hallo Riau.
Menanggapi putusan tersebut, Siti menyampaikan Komnas Perempuan akan mempelajari lebih lanjut mengenai putusan hakim.
“Kami akan mempelajari terlebih dahulu putusan hakim terkait pertimbangan-pertimbangan hakim. Namun mengingat tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) adalah 3 tahun dan kewajiban pelaku untuk membayar restitusi,” jelas Siti.
Siti juga mendorong JPU untuk mengajukan kasasi. Selain itu, ia meminta PN Pekanbaru untuk lebih meningkatkan kapasitas hakim.
“Karenanya kami mendorong JPU untuk mengajukan kasasi. (Kami juga minta untuk) meningkatkan kapasitas hakim dalam memahami kekerasan seksual, ragamnya, dampak dan kompleksitas penanganannya. Termasuk dalam relasi kuasa antara dosen-mahasiswa, juga memastikan agar Perma 3 Tahun 2017 dapat dilaksanakan dengan baik,” pungkasnya.