Qasr Al-Basha, satu-satunya bangunan istana megah yang masih bertahan di tengah aksi penjajahan zionis Israel kepada rakyat Palestina. Bangunan yang terletak di distrik Al-Daraj, Kota Gaza, menjadi bukti bahwa dahulu di Gaza tersimpan banyaknya bangunan kokoh yang berdiri di sana.
Menjadi Istana Terakhir di Tengah Konflik Perebutan Tanah Milik Palestina
Gempuran udara dan gencatan senjata terus diupayakan para zionis Israel sejak akhir abad ke-19 untuk menguasai tanah Palestina. Mereka berusaha merebut Gaza demi menemukan Tabut Perjanjian yang dipercayai berisi Sepuluh Perintah Allah. Akibatnya, mereka menghancurkan berbagai bangunan di Palestina. Hingga kini tinggalah Qasr Al-Basha, sebuah istana megah yang berubah menjadi museum yang menyimpan kenangan Palestina.
Qasr Al-Basha di Era Dinasti Mamluk, Kerajaan Islam dari Mesir
Qasr Al-Basha didirikan di pertengahan abad ke-13 oleh Sultan Mamluk Al-Zahir Baibars. Arsitektur tersebut mempunyai bagian depan (fasad) dengan relief patung dua singa yang saling berhadapan. Pola bangunan memiliki ciri khas gaya arsitektur Dinasti Mamluk yaitu bermotif geometris yang rumit, terdapat kisi-kisi jendela dan berbentuk kubah yang bagian atasnya runcing. Wujudnya kental dengan nuansa islami seperti bangunan dengan simbol-simbol filosofi Islam. Menurut cerita setempat, pada abad ke-13 M, ketika Baibars berstatus jenderal dalam perang Tentara Salib dan Mongol di wilayah Levant (Negeri Syam). Beliau ternyata telah menikah bersama wanita Gaza dan kemudian membangun sebuah istana sebagai tempat tinggal istri dan anak-anaknya.
Sebagai Benteng Pertahanan Dinasti Ridwan Di Bawah Kerajaan Ottoman
Qasr Al-Basha dikenal juga dengan Qasr Al-Radwan. Dinasti ini didirikan oleh Kara Sahin Mustafa Pasha, gubernur dari Ottoman yang diutus memerintah kawasan Provinsi Damaskus kala itu. Kemudian, Ridwān ibn Muṣṭafā ibn ʿAbd al-Muʿīn Pasha, putranya ditugaskan untuk menjadi gubernur Gaza, salah satu kawasan ayahnya memerintah. Ia pun menjadi gubernur di tahun 1560-an dan 1570-1573. Dari sinilah, Ridwan memilih Gaza sebagai markas keluarganya. Kemudian, para anggota keluarganya turun menurun mewarisi masa pemerintahan hingga tahun 1690 M.
Menjelang abad ke-17, Ridwan memperluas Qasr Al-Basha. Beliau membangun benteng pertahanan dan merenovasi istana. Lantai dua istana sebagian besar hasil konstruksi oleh Dinasti Ridwan. Benteng yang dilengkapi dengan arrowslit (celah panah semacam jendela untuk meluncurkan anak panah) dan jalur bawah tanah. Dalam kompleks istana terdapat penginapan tentara, masjid, lumbung, gudang senjata dan meriam. Bahkan struktur benteng yang tinggi menjadi tempat strategis bagi Napoleon Bonaparte, untuk berlindung selama 3 hari saat terjadi penyerangan oleh Prancis pada tahun 1799. Qasr Al-Basha juga dikenal dengan Benteng Napoleon. Era pemerintahan Ridwan Pasha kala itu menjadi masa keemasan bagi Gaza.
Keberadaan Qasr Al-Basha Memasuki Era Modern
Ketika Palestina di bawah kekuasaan Inggris, Qasr Al-Basha beralih fungsi sebagai kantor polisi. Kemudian di era pemerintahan Mesir berubah menjadi sekolah khusus putri yang dikenal dengan Princess Ferial School. Setelah Farouk I dari Mesir digulingkan di Kairo. Sekolah tersebut berubah nama menjadi Sekolah Menengah Pertama Khusus Putri Al-Zahra.
Qasr Al-Basha Beralih Fungsi Jadi Museum
Kini, Qasr Al-Basha bertransformasi menjadi museum. Proyek tersebut dikelola oleh The United Nations Development Programme (UNDP) atau jaringan pembangunan global PBB. Sumber dana proyek diperoleh dari hibah German Development Bank (KfW). UNDP membangun fasilitas baru bagi sekolah perempuan dan pemulihan Istana Pasha. Proyek ini dibawah pengawasan ketat Departemen Purbakala dan Warisan Budaya Otoritas Palestina.
Tahap pertama, pengerjaan pada halaman museum, pemasangan pintu, jendela, dan gerbang baru serta memperbaiki bagian depan Istana. Untuk tahap kedua, penataan etalase dan furnitur di museum. Barang-barang tersebut berupa berbagai koleksi milik Qasr Al-Basha, termasuk sekitar 350 artefak peninggalan Neolitik, Mesir Kuno, Fenisia, Persia, Helenistik, dan Romawi. Lalu, bangunan kecil di depan istana juga direnovasi menjadi pintu gerbang museum. Selain menjadi museum, tempat ini menyelenggarakan kegiatan budaya dan pendidikan bagi masyarakat Gaza.
Sumber: Wikipedia
(BR)