
Pengesahan UU TPKS Jadi Kado Terindah saat Peringatan Hari Kartini
Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) resmi disahkan menjadi undang-undang (UU) pada Rapat Paripurna DPR RI di Jakarta, Selasa (12/4/2022).
Perjalanan berliku mengiringi pengesahan undang-undang yang telah memakan waktu selama 10 tahun itu, menjadi kado terindah saat peringatan Hari Kartini pada 21 April mendatang. UU TPKS merupakan payung hukum untuk melindungi dan memenuhi rasa keadilan korban kekerasan seksual.
Persetujuan RUU TPKS juga sebagai hadiah bagi seluruh rakyat Indonesia dan kemajuan bangsa karena merupakan hasil kerja sama dan komitmen bersama.
Ketua DPR RI, Puan Maharani menerangkan implementasi UU TPKS dapat menyelesaikan kasus-kasus kekerasan seksual di Indonesia.
“Kami berharap bahwa implementasi dari undang-undang ini nantinya akan menghadapi dan menyelesaikan kasus-kasus kekerasan seksual, perlindungan perempuan dan anak yang ada di Indonesia. Karenanya perempuan Indonesia tetap dan harus selalu semangat!” ujar Puan, dilansir laman Parlemen.
Komnas Perempuan mengapresiasi komitmen Pemerintah beserta DPR untuk mencegah dan menanggulangi korban kekerasan seksual di Tanah Air dengan mengesahkan UU TPKS, sebuah terobosan hukum yang memuat tentang beberapa aturan penting yaitu:
- Tindak Pidana Kekerasan Seksual;
- Pemidanaan (sanksi dan tindakan);
- Hukum Acara Khusus yang hambatan keadilan bagi korban, pelaporan, penyidikan, penututan dan pemeriksaan di pengadilan, termasuk pemastian restitusi dan dana bantuan korban;
- Penjabaran dan kepastian pemenuhan hak korban atas penanganan, perlindungan dan pemulihan melalui kerangka layanan terpadu, dengan memperhatikan kerentanan khusus termasuk dan tidak terbatas pada orang dengan disabilitas;
- Pencegahan, Peran serta masyarakat dan keluarga;
- Pemantauan yang dilakukan oleh Menteri, Lembaga Nasional HAM dan masyarakat.
Lebih detail, poin penting UU TPKS mengatur sembilan tindak pidana kekerasan seksual yang sebelumnya bukan tindak pidana atau baru diatur secara parsial, yaitu tindak pidana pelecehan seksual nonfisik, pelecehan seksual fisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterialisasi, pemaksaan perkawinan, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, perbudakan seksual, dan kekerasan seksual berbasis elektronik.