
Bukan Hanya Menafkahi, Fatherless Terjadi Saat Ayah Tak Berperan
Kehadiran ayah sebagai fondasi bagi tumbuh kembang mental dan emosional anak.
Di sebuah rumah yang tampak utuh, bisa jadi ada anak yang merasa kosong. Di ruang tamu yang rapi, bisa jadi ada pelukan yang tak pernah sampai. Dan di dalam keluarga yang terlihat baik-baik saja, bisa jadi ada anak yang tumbuh dengan hati yang sepi. Inilah realitas pahit dari fenomena fatherless saat sosok ayah ada, tapi kehadirannya tak benar-benar terasa.
Fatherless bukan melulu soal ayah yang pergi, bercerai, atau meninggal dunia. Yang lebih menyakitkan justru adalah ketika ayah ada di rumah, tapi tak pernah benar-benar hadir. Tidak hadir saat anak ingin bercerita. Tidak hadir saat anak butuh ditenangkan. Tidak hadir saat anak butuh tahu: “Ayah peduli, Ayah ada.”

Fenomena ini tak lagi jadi bisik-bisik pribadi. Wildan Solichin, S.IP, MT., Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kabupaten Sleman, menyebut bahwa fatherless adalah isu serius yang diam-diam menggerogoti fondasi keluarga. Dampaknya tidak main-main: anak bisa tumbuh dengan luka yang tak terlihat, bingung membentuk identitas diri, bahkan cenderung mencari sosok pengganti di tempat yang salah.
Padahal, banyak ayah merasa sudah menjalankan perannya. “Saya kerja keras demi keluarga,” katanya. Tapi anak-anak tidak mengingat seberapa mahal baju yang mereka pakai, atau seberapa bagus mainan yang mereka punya. Yang mereka ingat adalah siapa yang duduk di sebelah mereka saat mereka menangis. Siapa yang menyemangati mereka ketika gagal. Siapa yang mendengarkan mereka tanpa menghakimi.

Menjadi ayah bukan tentang status. Bukan tentang berapa jam bekerja, atau seberapa besar penghasilan. Tapi tentang keberanian untuk hadir dengan waktu, telinga, dan hati. Karena pelukan dari ayah bisa jadi lebih menyembuhkan daripada semua nasihat dunia. Dan kalimat “Ayah bangga sama kamu” bisa jadi lebih menguatkan daripada semua penghargaan.
Anak-anak yang tumbuh tanpa kehangatan seorang ayah bukan hanya kehilangan figur. Mereka kehilangan arah. Sebab dalam benak mereka, ayah adalah panutan pertama, pelindung pertama, dan tempat aman pertama. Saat figur itu menghilang, perlahan keyakinan diri mereka pun ikut memudar.
Pemerintah mulai sadar, tapi solusi tidak bisa hanya datang dari program. Solusinya ada di ruang makan, di kursi kecil dekat tempat tidur, di tangga rumah tempat-tempat biasa yang bisa jadi saksi kebersamaan luar biasa, kalau saja ayah bersedia hadir sepenuh hati.
Jadi, jika Anda adalah seorang ayah, atau akan menjadi ayah, berhentilah sejenak dari hiruk pikuk dunia. Lihat anakmu. Dengarkan ia. Temani ia. Karena yang mereka butuhkan bukan hanya ayah yang sibuk untuk masa depan, tapi ayah yang hidup bersamanya hari ini.
Karena fatherless tidak selalu terjadi karena kepergian sering kali ia terjadi karena kelupaan untuk hadir.