
Broke Tapi Tetap Stylish “Seni Bertahan Hidup di Akhir Bulan”
Gaya hidup realistis generasi kini: sederhana, autentik, tapi tetap berkelas.
Di tengah realitas ekonomi yang makin tidak ramah, generasi muda punya cara unik untuk tetap bertahan dan salah satunya lewat gaya. Di antara tagihan, cicilan, dan promo skincare yang susah ditolak, banyak yang diam-diam jadi ahli dalam satu hal tetap terlihat put together, meski dompet sedang tidak bersahabat.
Scarflovers, fenomena “broke tapi tetap stylish” ini bukan sekadar urusan fashion. Ini tentang bagaimana anak muda menjadikan penampilan sebagai bentuk ekspresi diri dan perlawanan terhadap tekanan sosial. Di era serba visual, di mana semua orang berlomba tampil estetik di media sosial, menjaga penampilan bisa terasa seperti cara bertahan hidup baik secara sosial maupun emosional.

Di dunia di mana outfit bisa jadi kartu identitas, gaya berpakaian tidak lagi semata-mata soal kemewahan. Banyak anak muda justru menjadikan keterbatasan finansial sebagai ajang kreativitas. Mix and match baju lama, thrifting di pasar online, atau bahkan tukeran outfit dengan teman, menjadi bentuk perlawanan halus terhadap budaya konsumtif. Karena kadang, gaya yang autentik justru lahir dari keterbatasan.

Media sosial juga punya peran besar dalam membentuk “ilusi kelimpahan” ini. Kita sering melihat outfit-of-the-day yang sempurna di layar, padahal di baliknya ada strategi pintar: cicilan paylater, potongan harga tengah malam, atau preloved fashion yang disulap menjadi tampilan baru. Stylish bukan lagi soal memiliki barang branded, tetapi soal kemampuan mengemas diri dengan rasa percaya diri.
Di balik tumpukan filter dan estetik feed, generasi ini sedang belajar hal penting: bagaimana tetap relevan tanpa kehilangan jati diri. Broke bukan berarti kalah kadang justru di sanalah kreativitas dan ketulusan bergaya benar-benar diuji.
Karena pada akhirnya, being stylish itu bukan tentang dompet yang tebal, tetapi tentang cara Anda membawa diri bahkan di tanggal tua sekalipun.








