Ramai Isu Cultural Appropriation yang Menyeret Nagita Slavina, Apa Maksudnya?

Belakangan jagad media sosial tengah ramai memperbincangkan isu cultural appropriation. Munculnya isu ini berawal dari Komika Arie Kriting yang menyuarakan kritik pada laman Instagram pribadinya atas penunjukan Nagita Slavina sebagai duta Pon XX Papua. Menurutnya hal ini pada akhirnya dapat mendorong terjadinya cultural appropriation.

“Seharusnya sosok perempan Papua, direpresentasikan langsung oleh perempuan Papua,” ujar Arie Kriting dikutip dari laman Instagramnya, Rabu (2/6/2021).

image: instagram.com/nagitaslavinatengker_1717

Pendapat Arie pun menuai banyak dukungan dari berbagai kalangan, termasuk kalangan selebritas seperti Dian Sastro. Lebih lanjut, Arie mengungkapkan solusi untuk menghindarkan terjadinya cultural appropriation tersebut yakni melalui kehadiran langsung sosok perempuan Papua sebagai Duta PON XX Papua.

Berbanding terbalik dengan Arie Kriting, finalis Puteri Indonesia Papua Barat 2015, Olvah Alhamid turut angkat bicara di Instagramnya dan mendukung Nagita Slavina menjadi ikon PON XX Papua. Menurutnya siapapun dengan KTP Indonesia berhak menjadi bagian dari kegiatan nasional itu dan penunjukkan Nagita Slavina ini dianggap dapat menjangkau lapisan masyarakat yang pemerintah ataupun beberapa publik figure lainnya tidak dapat jangkau.

Baca juga  Greenfields Gandeng Psikolog, Ajak Masyarakat Jalani Hidup Baik

Terlepas dari pro dan kontra penunjukkan Nagita Slavina sebagai duta PON XX Papua, tahukah Scarflover apa itu cultural appropriation?

Dilansir dari jurnal berjudul The Blurred Line of Cultural Appropriation yang ditulis oleh Jaja Grays, cultural appropriation atau apropiasi budaya mengacu pada perbuatan kelompok istimewa yang meminjam atau mencuri budaya dari kelompok minoritas untuk menggunakannya sebagai keuntungan pribadi. Dalam hal ini kelompok istimewa yang dimaksud adalah kelompok yang memiliki kekuatan baik ekonomi, politik, maupun institusional. Sementara itu kelompok minoritas dianggap sebagai kelompok yang terpinggirkan.

Baca juga  Cari Tahu Seperti Apa Potensi Ulos Di Pasaran bersama PT Toba Tenun Sejahtra

Dalam jurnal tersebut juga dijelaskan bahwa peminjam budaya seringkali tidak menyadari tentang kedalaman makna budaya yang mereka ikuti. Sebagai contoh bisa diambil dari kasus yang terjadi pada Katy Perry tahun 2013. Penampilannya yang mengenakan set pakaian Geisha (Jepang) sambil menyanyikan lagu “Unconditonally” di panggung American Music Awards (AMA) telah menuai banyak kritik. Alih-alih memberikan penghargaan pada budaya Jepang, penampilan Katy Perry dengan pakaian Geisha tersebut dianggap melanggengkan stereotip orang Barat terhadap perempuan Asia yang  rendah dan tak berdaya.

(CD)

 

Translate »